Kamis, 06 Agustus 2009

Kehidupan Cinta Diri (Egoistis)

Mengamati cinta diri pada tataran fungsional dan aplikatifnya, naluri ini menjadi sumber pergesekan dan benturan, sebanyak komponen yang ada pada umat manusia. Cinta diri menciptakan tuntutan, hasrat, kebutuhan, kebebasan yang seluas-luasnya pada image manusia. Cinta diri mendorong setiap yang empunya melibatkan apa saja di sekitarnya yang bisa memenuhi kebutuhan dan memuaskan tututannya. Sehingga, menjadi mustahil bertahan hidup dalam kesendirian dan keterasingan.


Kodratnya menghukum dirinya sebagai political animal, sehingga ia terpaksa mengadakan kontrak sosial dengan selainnya, dan tak segan-segan melibatkan sesamanya demi kepentingan cinta diri sendiri. Dari cara yang paling sopan, sampai modus yang paling sadis, layaknya Hanibalisme, Vandalisme, atau bentuk yang lebih licik dan terselubung semisal Demokrasi, Liberal, Perdamaian, HAM, dll. Maka, disini seperti ada perebutan kepentingan yang mau tidak mau mesti dijalani umat manusia, dimanapun, kapanpun.

Perebutan itu bukan hanya antar-komponen umat, tetapi antar-umat dan komponennya sendiri. Jelas disini, ada adu dua kepentingan hidup; kepentingan pribadi dan kepentingan umum. Berkorban demi kepentingan umum menjadi tidak berarti, karena naluri cinta dirinya tidak membiarkan kehilangan kesempurnaan sedikitpun dari dirinya.

Berdasarkan cinta diri, setiap manusia selalunya mendahulukan kepentingan pribadi di atas kepentingan umum. Dilema sosial dan egosentrisme ini tidak akan bisa diselesaikan oleh atau dinisbahkan kepada institusi sosial atau perangkat kekuasaan, karena keduanya produk sekawanan manusia yang masing-masing juga cinta diri.

Sepertinya boleh dikatakan bahwa segala apapun yang terjadi di dunia ini adalah berkah kekuatan dan kebebasan egoisme, sebuah naluri yang terpatri dalam kodrat manusia. Sejarah peradabannya tidak pernah memberikan laporan yang bisa menekan tensi anxiety, selain manipulasi dan pembodohan fakta.

Ketika Demokrasi, Modernitas dan Globalisasi dianggap peradaban manusia terunggul, umat manusia, secara sadar atau terpaksa, tengah menyimak variabel pemalsuan riwayat hidup mutakhirnya.

Terus kondisi yang seperti ini kita mau kemana ?

Tidak ada komentar: